Proyek Rekonstruksi BTN 1000 Unit di Sibedi Susah Mendapat Izin Dari DPM-PTSP, Wahyu: Pihak Terkait Dinilai Diskriminatif dan Tebang Pilih

Nelwan (detaknews.id) – Sigi – Polemik dibalik Revitalisasi proyek property plus grading rekonstruksi perumahan BTN 1000 unit yang di geber oleh PT. Agung Mulia Jaya (AMJ) Residence yang dipetakan diatas lahan sekitar 45 hektar terletak di desa Sibedi, hingga kini dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu (DPM-PTSP) Sigi belum juga memiliki surat izin resmi terhadap perusahaan itu.
Menyangkut soal acuan regulasi dan mekanisme tata kelolah sebuah perusahaan property, hingga preferensi terkait kebijakan pemerintah Kabupaten Sigi, dimana hal itu dinilai riskan (beresiko tinggi) dan terkesan tebang pilih terhadap pengembang PT. AMJ Residance disektor bisnis rancang bangun property (BTN 1000) yang dibangun oleh wirausahawan developer bernama Juanda Hi. Madi owner PT. AMJ Residance.
Hal tersebut disampaikan oleh Wahyu selaku Direksi (pelaksana) PT. AMJ Residance, Berkaitan dengan maraknya persaingan di kancah bisnis property atau estimasi revitalisasi proyek rekonstruksi perumahan BTN 1000 yang telah diproyeksikan sejak 2021 dua tahun lalu.
“Proses secara prosedural terkait kepengurusan dokumen dan admistrasi proyek property itu sumir dan banyak mengalami kendala, ada hal apa sebenarnya dibalik semua ini ?!, jika dibandingakan dengan pengembang yang lain, mereka lebih leluasa berinvestasi di bidang (property) yang satu ini,” keluhnya.
“Namun herannya hingga saat ini, dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu (DPM-PTSP) Sigi, masih terus menahan surat izin resmi terkait proyek property itu,” ungakap Wahyu.
“Padahal pihak perusahaan telah cukup upaya memanej terhadap pihak-pihak korporat instasi terkait, dalam hal ini adalah DPM-PTSP Sigi, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sigi, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura & Perkebunan Sigi, DLHK Sigi, Dinas Pertanahan Nasional (BPN) Sigi,” tuturnya.
“Bahkan dari pihak perusahaan itu sendiri, kini apriori terhadap lima lembaga pemerintah yang berkewenangan. Apa lagi mengait soal sistem prosedural perizinan yang diterapkan, hal itu tidak sesuai ekspektasi,” jelasnya.
Dilansir oleh deadline-news.com group/detaknews.id, Wahyu juga menjelaskan, bahwa semua persyaratan berupa dokumen lengkap telah mereka penuhi guna kepentingan dan kelancaran pembangunan perum BTN tersebut.
“Adapun surat izin yang kami kantogi selama ini atau yang kami gunakan hingga memuluskan proses pengelolaan bahkan sampai ke fase pencapaian progres kerja proyek itu, hanya bersifat sementara yakni, berupa izin proteksi forum penataan ruang. Itu pun atas inisiasi oleh dinas PUPR sigi,” ungkap Wahyu.
“Sedangkan eskalasi volume pekerjaan dalam tata ruang pembangunan perum BTN tipe Residance yang saat ini di garap oleh PT. AMJ tersebut, meski banyak mengalami batu sandungan, namun fisik sudah selesai 8 unit, dan inisiatif untuk progres target awal, elevasi fisik ke progres berikutnya bertambah ke 40 unit,” imbuhnya.
Wahyu juga memaparkan terkait anggaran yang dialokasikan oleh perusahaan (AMJ) bakal target berikutnya, dan intens mengalmi suruplus dan signifikan “insya Allah” di fase selanjutnya 1000 BTN akan terealisasikan sesuai harapan.
“Namun sangat disayangkan, surat izin pembangunan proyek perum BTN 1000 masih tekendala oleh pihak Dinas Pertanian serta DPM-PTSP Sigi, kedua lembaga itu, terkesan memprotek lahan seluas 45 hektar itu, dengan alasan bahwa lokalisir lahan tersebut masih berstatus kawasan zonasi area pertanian warga setempat,” terangnya.
Lebih lanjut Wahyu mengucapkan, terkait area zonasi dilingkup atmosfir pengembangan pertanian dikawasan itu, menurut Dinas Pertanian Sigi idealnya masih merupakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) atau bidang lahan yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan pangan nasional.
“Bagaimana mungkin lahan tandus, berbatu dan tidak produktif itu bisa dikategorikan LP2B, sedangkan struktur tanahnya pun landai dan gersang. Hanya bisa ditumbuhi pohon endemik atau pohon lokal (Malata) ciri khas tanah tandus,” ucap Wahyu sambil mempertanyakan.
“Maka perihal kebijakan pasif yang telah ditelorkan pemerintah terhadap perusahaan kami, diyakini terkesan tebang pilih dan juga diuga mengulur-ulur waktu dalam hal penerbitan dokumen surat izin terhadap PT. AMJ Residance itu,” pungkasnya.
Selain itu di kawasan yang sama ujar Wahyu, ada juga proyek loka wisata (gardening) yakni taman wisata bukit asam (Twibas) serta rekonstruksi pagar tembok untuk pekuburan warga Tionghoa (China) seluas 2 hektar dari Yayasan Karunadipa Palu.
“Saya menduga hal itu ada konspirasi bargening dibalik semua ini. Bagaimana tidak, tatkala pemerintah Sigi telah mengendus dan memprioritaskan kawasan itu, bakal dijadikan tumbuh kembang eko wisata berskala nasional dan gerak bersama (geber) investor (partikelir) guna pengembangan pembangunan infrastruktur di sektor Property (perumahan) di area itu,” jelasnya.
“Perspektif regulasi dan tata kelolah pembangunan eko wisata (loka wisata) gardening dll serta pembangunan BTN 1000 mencakup sebagian wilayah barat Sigi, hal itu terindikasi mengalami masa sulit (high regulation),” tambahnya.
Wahyu juga mengatakan bahwa perintisan bisnis tersebut terancam mangkrak akibat diskriminasi tebang pilih oleh pemerintah.
“Bisa-bisa perintisan bisnis itu, terancam mangkrak karena akibat kebijakan diskriminatif pemerintah yang diduga tebang pilih dan mempersulit,” tutup ustadz Wahyu dengan nanda protes.***