KotaPolitikUtama

Pengaruh Lembaga Survei dan Figur Kandidat dalam Politik Sulteng Jelang Pilgub 2024

Ril (detaknews.id) – Palu – Sulawesi Tengah (Sulteng) tengah bersiap menghadapi Pemilihan Gubernur (Pilgub), dan berbagai aspek politik mulai diperdebatkan. Dr. Darwis, M.Si, seorang akademisi dan pengamat politik serta alumni S3 Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, memberikan pandangannya mengenai peran lembaga survei dan figur kandidat dalam membangun opini publik dan kualitas demokrasi di Sulteng.

Diberitakan sebelumnya, survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menampilkan hasil survei pada kandidat calon gubernur yaitu Ahmad Ali, Anwar Hafid, dan Rusdy Mastura. Dalam hasil survei tersebut, Ahmad Ali unggul dengan memperoleh elektabilitas 29,7%, Anwar Hafid memperoleh 28,9%, dan Rusdy Mastura memperoleh 20,2%. Adapun para calon pemilih yang tidak tahu atau memilih untuk tidak menjawab sebanyak 21,3%.

Dilain sisi, hasil survei yang dipublikasikan oleh Skala Data Indonesia (SDI) menampilkan bahwa Rusdy Mastura unggul dengan perolehan elektabilitas 15,1%, disusul oleh Ahmad Ali dengan perolehan elektabilitas 11%, dan Anwar Hafid sebesar 9,4%. Adapun yang belum menentukan pilihannya sebanyak 23,3% dan yang menjawab tidak tahu sebanyak 36%.

Menurut Dr. Darwis, perbedaan hasil survei oleh berbagai lembaga adalah hal yang wajar karena perbedaan dalam metodologi dan penarikan sampel. Darwis menambahkan bahwa pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, kepercayaan publik terhadap lembaga survei sedikit tergerus karena polemik yang berkembang di media sosial terkait eksistensi lembaga-lembaga survei tersebut.

“Yang lebih penting adalah tujuan dari lembaga survei bagaimana membangun opini publik. Meskipun lembaga survei berusaha memberikan gambaran terhadap kandidat, hal tersebut tidak selalu menjamin hasil yang diharapkan,” ungkapnya.

Dalam konteks Sulteng, Dr. Darwis menekankan bahwa masyarakat yang memiliki akses informasi melalui media sosial, seperti pengguna smartphone, lebih mungkin terpengaruh oleh hasil survei. Namun, hal ini tidak berlaku secara merata. Sementara itu, masyarakat di pedesaan dengan budaya politik parokial, dimana partisipasi politiknya sangat rendah, dan lebih dipengaruhi oleh figur yang ditampilkan.

“Informasi mengenai pilgub lebih berpengaruh kepada kelas menengah ke atas yang dapat membaca, memaknai, dan menyimak hasil survei secara akademis,” jelasnya.

Dr. Darwis juga menyoroti pentingnya membangun kedewasaan berpolitik di tengah stigma negatif degradasi demokrasi pasca Pilpres. Kandidat diharapkan turun langsung ke masyarakat, terutama di pedesaan, dan menghindari politik identitas yang berbasis agama, etnis, atau isu pribumi dan pendatang.

“Ini adalah momen politik para elite untuk memberikan nilai pendidikan politik, sehingga pertarungannya lebih dewasa dan mengedepankan moral politik,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dr. Darwis mengingatkan bahwa lembaga survei harus transparan secara administratif dan ilmiah dalam menyampaikan hasil surveinya. Ia berharap bahwa pertarungan politik di Pilgub dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Sulteng, menciptakan politik yang kondusif dan memajukan Sulteng sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN).

“Lembaga survei yang tersertifikasi melakukan kajian secara ilmiah atau metodologi yang jelas, membantu kandidat memahami peluang serta kekuatan dan kelemahan mereka,” ujarnya.

Melalui pandangan Dr. Darwis, jelas bahwa peran lembaga survei dan figur kandidat sangat krusial dalam membentuk opini publik dan meningkatkan kualitas demokrasi di Sulteng menjelang Pilgub. Kedewasaan berpolitik dan transparansi lembaga survei menjadi kunci dalam mewujudkan demokrasi yang lebih berkualitas dan kondusif.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *