Kades Beka Kirimkan Surat Permohonan Ke 3 Lembaga Pemerintah, Hingga Saat Ini Belum Ada Tanggapan
Nelwan (detaknews.id) – SigiSulteng – Indikasi soal groundsill (bronjong, penahan longsor) dan pendangkalan kembali sungai akibat tertimbun material lumpur dan koral di sungai Kalopindo desa Beka Kec. Marawola, maka tertanggal 14 November yang lalu, Kepala desa (kades) Beka pernah lanyangkan surat ke Dinas Pemukiman Umum Perumahan dan Tata Ruang (PUPR) Sigi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sigi dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sigi.
Namun respon dari ketiga lembaga pemerintah itu yang berkewenangan tersebut, hingga saat ini belum merealisasikan surat tembusan dengan nomor 0708/DB-KM/Xl/2022 perihal koordinasi sekaligus permohonan bantuan serta pemeliharaan alur dan badan sungai Kalipondo (20/12/2022).
Dilansir group deadline-news.com (detaknews.id), jika menilik mekanisme surat permohonan yang di layangkan oleh Kades Beka Mohammad Fitrah Sp, tertanggal 14 November 2022 yang diperuntukkan kepada tiga lembaga pemerintah Sigi, sangat jelas orientasinya bahwa Kades Beka tersebut meminta agar sekiranya pemerintah Sigi menindak lanjuti isi surat permohonan tersebut.
Namun dalam hal ini, menurut aturannya bahwa yang berkewenangan atau ketiga lembaga pemerintah yang telah disebutkan di atas, sampai saat ini belum melakukan review ke lokasi sungai Kalipondo (nganga pondo) di desa Beka itu.
Mohammad Fitrah Sp, selaku Kepala desa (Kades) Beka menjawab konfirmasi group deadline-news.com terkait groundsill (pembatas) penahan abrasi di bibir sungai itu, hingga kini masih kokoh berdiri.
“Meski pemerintah belum melakukan penanganan secara teknis atau memproyeksikan anggaran untuk membuatkan talud pada bagian yang dianggap sensitif dipinggir sungai tersebut,” tuturnya.
“Adapun terlihat dari pergerakan aliran sungai itu ketika musim hujan tiba, groundsill (pembatas) jalur di bibir sungai tersebut sering mengalami pendangkalan akibat tertimbun material kerikil bercampur lumpur yang dihasilkan oleh sedimen dari sungai itu sendiri,” papar Fitra.
Selain itu Fitrah juga menyampaikan kalau soal pengambilan material kerikil (sedimen) terkait tambang galian C di dalam sungai itu dilakukan oleh perusahaan PT. Fajar Raya, yamg mana aktivitasnya dilakukan setiap hari.
“Memang diduga masih secara ilegal dan sampai sekarang Perusahaan yang bergerak disektor konstruksi fisik dan insfrastruktur itu, belum mengantongi Izin usaha pertambangan (IUP) secara resmi dari Pemprov,” ungkap Fitra
“Kalau mengenai retribusi dari galian C yang diambil oleh perusahaan tersebut, sepeser pun pihak desa tidak melakukan pungutan. Sebab menjadi kesyukuran bagi kami dan warga desa pada umummnya, karena pengerukan sedimen kerikil ditengah sungai itu, dapat mencegah terjadinya banjir bandang yang suatu saat mengacam desa kami,” terangnya.***