HukumKriminalUtama

Diduga Tanah Yang Dijual Ke Pemerintah Kota Senilai Rp. 680 Juta, Masih Sengketa

Nelwan (detaknews.id) – Palu – Sengketa tanah budel dari pemilik sah yang bernama Bakri, dengan luas diperkirakan sebesar 216 meter persegi di Jln Cumi cumi Kelurahan Lere Palu Barat, berujung gaduh. Diduga lahan itu dijual bakal peruntukan tata ruang kota, kini telah laku terjual senilai Rp. 680 (juta).

Adapun lahan seluas 216 meter persegi tersebut, diklaim dan dikuasai serta telah dijual oleh dua kakak beradik yang bernama Sri Dewi Armani Sidora dan Darma Wati Armani Sidora yang merupakan cicit atau keturunan ke tiga (buyut) dari Bakri. Kemudian kedua kakak beradik itu adalah anak dari almarhum Alma yang juga merupakan cucu dari si pemilik lahan (Bakri).

Saat ini lahan tersebut sedang menjadi sengketa keluarga, sebab lahan seluas 216 meter tersebut, tak satupun dari anak cucu Bakri yang berhak atas kepemilikan yang sah atas tanah tersebut.

Memang diketahui lahan itu adalah tanah budel milik Almarhum Bakri, sayangnya setelah sepeninggal Bakri, ia belum sempat membagi warisan tersebut terhadap ke 7 orang anaknya.

Dari ke 7 orang anak (keturunan) almarhum Bakri, sepeninggalan beliau, dari ke 7 oang anaknya tersebut, 5 diantaranya masing-masing mereka memilih tinggal dilain tempat. Adapun almarhum Lamoli dan almarhumah Hj. Duri, keduanya tinggal bersama menempati rumah bekas peninggalan alamarhum orang tua (Bakri) mereka tersebut.

Hal itu diungkap oleh salah seorang ahli waris Hj. Hajrah yang merupakan salah satu cucu kandung almarhum Bakri (pemilik lahan), pada deadline-news.com group (detaknews.id). Perihal lahan sengketa itu tak menjadi halangan bagi kedua ponakannya untuk menjual tanah itu, meski mereka telah mengetahui bahwa lahan yang telah mereka jual itu adalah tanah budel.

“Namun, keduanya tetap tak mengindahkannya, sebab mereka juga merasa berhak atas kepemilikan lahan tersebut,” ucap Hj. Hajrah.

“Kendatipun lahan yang mereka jual itu merupakan tanah budel, seolah mereka tak peduli. Sebab sebelumnya mereka telah membuatkan surat keterangan pemilikan tanah (SKPT), hal itulah yang menjadi dasar kuat mereka untuk menjual lahan tersebut,” jelasnya.

Hajrah juga memaparkan, terkait SKPT atau surat tanah tersebut, saat itu dilegalkan secara sepihak oleh Lurah Kekurahan Lere Palbar terdahulu dan diketahui bahwa SKPT itu juga legal stendingnya belum sah secara admistarasi.

“Dilain sisi, lahan yang terletak di jalan Cumi-cumi kelurahan lere tersebut diyakini, bahwa ahli waris tanah budel yang kini telah dijual oleh kedua bersaudara itu bukan milik mereka. Memang keduanya masih cucu Lamoli dan Hj Duri juga merupakan anak keturunan dari ponakan mereka yang bernama Alma,” imbuhnya.

Hajrah juga menambahkan, bahwa lahan sengketa seluas 216 meter persegi tersebut, dari ke 7 ahli waris tak satupun diwariskan oleh pemilik (Bakri). Meski almarhum Lamoli dan adiknya almarhumah Hj Duri saat menempati rumah peningggalan orang tua mereka, dan posisinya, keduanya sekedar numpang tinggal.

“Hanya saja Lamoli tak punya keturunan alias hidup membujang, sedangkan Hj Duri ia punya keturunan satu orang yakni, bernama Sulastri, maka (almarhuma) Sulastrilah orang yang terakhir menempati rumah diatas lahan sengketa itu,” tuturnya.

“Kemudian semasa hidupnya, ia (Sulastri) hidup sebatangkara dan mengalami sakit yang berkepanjangan, sehingga butuh keluarga yang merawatnya, maka ia berinisiatif memberitahu Alma (sepupu dari Sulastri) agar sekeluarga beserta ke empat anaknya untuk menemaninya tinggal bersamanya di rumah peninggalan almarhum Kakek kami Bakri,” jelasnya.

Dilansir deadline-news.com group (detaknews.id), setelah transaksi jual beli itu usai, mayoritas pihak keluarga kami tidak setuju atas tindakan saudara mereka Sri Dewi dan Darma Wati yang mana dianggap diluar batas karena membuat SKPT secara sepihak tanpa melalui musyawarah atau kompromi dengan cara kekeluargaan.

“Hal itulah yang menimbukan polemik dalam keluarga, sehingga sebagian besar keluarga kontra terhadap tindakan kedua saudara mereka yang nota bene telah semena-mena, tak punya kode etik dan serakah dengan iming-iming nilai uang berjumlah Rp. 680 (juta). Kendati itu bukan haknya, Mereka (Sri Dewi dan Darma Wati) rela mengorbankan keluarganya dan meghalalkan segala cara agar tercapai keinginannya.

Adapun kejadian tersebut, pernah dimediasi oleh seorang mediator guna pembagian uang hasil

“Padahal perkara sengketa tanah ini, kala itu telah dimediasi oleh camat Palu Barat, dengan tunjuan agar SKPT tersebut dibatalkan, karena surat tanah tersebut, dianggap bodong (ilegal) atau tidak sah secara hukum,” ungkapnya.

“Namun sangat disayangkan, dua bersaudara itu tetap besi kukuh atas surat tanah yang mereka pegang, diduga karena dibantu orang yang punya kepentingan dibelakangnya,” ucapnya.

Hajrah juga menjelaskan bahwa mereka telah berlapang dada, dan tidak membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Tetapi pihak mereka meminta hasil penjualan tanah budel tersebut diserahkan ke mereka sebesar Rp.150 juta.

“Terkait masalah ini, mami tidak membawah ke ranah hukum, hanya saja kami memita terhadap kedua ponakan itu agar menyerahkan sebagian uang hasil penjualan atas tanah itu ke pihak keluarga yang lain, itupun kami meminta sepertiga dari uang tersebut yaitu sejumlah 150 (juta),” tegasnya.

Menurut Hajrah, walau telah setengah tahun berlalu dan tidak mendapatkan respon dari ponakannya tersebut. Maka pihak keluarganya telah menyegel dan memasangkan plang yang bertuliskan “Tanah Ini Sengketa”.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *