DIRTY VOTE – KECURANGAN PEMILU
Oleh Fransiscus Manurung
Minggu malam, 11 Februari 2024, saya menonton film dokumenter “DIRTY VOTE” yang disutradarai Dhandi Laksono dan dibintangi oleh 3 (tiga) aktor ahli hukum tatanegara Bivitri Susanti, Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar. Ketiganya merupakan pejuang demokrasi yang kredibilitasnya tak perlu diragukan dan dihormati oleh para aktivis se Indonesia.
Film ini tidak dikemas seperti film pada umumnya, tetapi lebih cenderung seperti acara jurnalistik dengan merangkum berita dan data statistik serta hasil riset untuk mengulas perjalanan menuju Pemilu 2024 serta dugaan kecurangan yang terjadi di dalamnya.
Usai menonton saya membuat catatan di “notes harian”, sebagai berikut :
Film ini mengingatkan kepada kita semua bahwa :
(i) demokrasi tak bisa dimaknai hanya sebatas terlaksananya pemilu, tapi jauh lebih penting bagaimana pemilu berlangsung.
(ii) Pemilu bukan hanya hasil perhitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu pada setiap tahapan dilaksanakan dengan jujur dan adil serta sesuai dengan konstitusi ;
(iii) kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme merupakan aib yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis.
(iv) kecurangan yang terjadi berupa ketidaknetralan pejabat publik, penyalahgunaan wewenang kepala desa, penyaluran bansos, penggunaan fasilitas publik hingga lembaga-lembaga negara yang melakukan pelanggaran etik, tidak didesain dalam semalam tetapi direncanakan secara terstruktur, sistematis dan masif untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Film ini sederhana dan mudah dimengerti sehingga bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat menjelang hari pemilu.
Lantas, apakah membuat film Dirty Vote ini merupakan kejahatan dan perlu dilaporkan pada penegak hukum atau ke Bawaslu karena melakukan black campaigne di masa tenang ?
Saya kira perlu dipertimbangkan agar pelaporan itu tidak menambah kelucuan baru, sebab kejadian yang berlangsung selama ini sudah banyak yang lucu dan menggelikan. ***