HukumUtama

Terkait Dugaan Korupsi Koni Rp,23 M, Giliran Ketua Kormi Diperiksa

Ilong (detaknews.id)-Palu-Terkait dugaan korupsi dana hibah dan dukungan pihak ketiga ke komite olah raga nasional Indonesia Sulawesi Tengah (Koni Sulteng) versi penyidik Kejati sebesar Rp, 23 miliyar (M), kini giliran ketua Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) Sulteng Saifullah Djafar diperiksa Kejati.

“Kemarin ketua Kormi Sulteng pak SD diperiksa penyidik aspidsus Kejati. SD diperiksa terkait dugaan aliran dana dari koni ke Kormi sebesar Rp, 1,5 miliyar,”kata kasi pengkum Kejati Sulteng Moh.Ronald,SH, MH Rabu (12/7-2023) di kantor Kejati jalan Samratulangi Palu menjawab detaknews.id group deadline-news.com.

Menurutnya sebenarnya jadwal pemeriksaan ketua Kormi Sulteng SD pada Senin (10/7-2023), tapi nanti Selasa baru bisa hadir.

Ketua Kormi Sulteng Saifullah Djafar yang dikonfirmasi via chat di whatsAppnya Selasa (11/7-2023) tidak memberi jawaban.

Sebelumnya Kepala dinas pemuda dan olahraga (Dispora) Sulteng Irvan Aryanto jalani pemeriksaan ketiga kalinya di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) Rabu lalu (5/7-2023).

Kadispora Irvan memenuhi panggilan tim penyidik asisten pidana khusus (Aspidsus) Kejati Sulteng sejak pukul 9:00 wita. Dan sampai pukul 17:03 wita masih menjalani pemeriksaan.

Sementar Ketua umum Koni Sulteng M.Nizar Rahnatu juga sudah dua kali memenuhi panggilan penyidik Kejati untuk dimintai keterangannya.

Untuk diketahui berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesia Corruption Watch, sejak 2010 hingga 2019, paling tidak ada 78 kasus korupsi di sektor olahraga. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 865 miliar dan nilai suap sebesar Rp 37,6 miliar.

Jika merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan hasil pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah atas penggunaan dana hibah keolahragaan, setidaknya ada 3 hal yang selalu menjadi temuan.

Pertama, seringkali tidak ada proses evaluasi/ penilaian atas kelayakan usulan hibah yang disampaikan ke pemberi hibah. Biasanya hal ini diikuti juga dengan praktik suap dari calon penerima hibah agar mendapatkan alokasi. Pada akhirnya, penerima hibah ditetapkan berdasarkan kedekatan dan siapa yang bisa memberikan keuntungan bagi pemberi hibah.

Kedua, penggunaan dana hibah tidak tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti yang lengkap. Biasanya bukti yang diberikan hanya berupa kuitansi tanpa dilengkapi dokumen pendukung lainnya.

Ketiga, penggunaan dana hibah tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) penggunaan dana hibah yang sudah ditetapkan sebelumnya.

(Data dikutip di ICW : Korupsi Dana Hibah Keolahragaan, 15 Agustuz 2022). ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *