Semakin Memanas, Konflik Agraria di PT ANA & Masyarakat Tak Berujung

Ilong (detaknews.id) – Morut – Konflik agraria di PT Agro Nusa Abadi (ANA) dan masyarakat yang berada di wilayah Desa Towara semakin memanas dan “tak berujung”.
“Pasalnya rencana pelepasan 266 Hektar untuk plasma dinilai sebagian warga tidak memenuhi rasa keadilan dan transparansi,”demikian dikatakan Ambo Endre kepada media ini Sabtu malam (7/6-2025) via aplikasi di whatsAppnya.
Padahal keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit group PT.Astra Agro Lesatari (AALI) Tbk itu sudah memasuki tahun ke 19.
Menurutnya dari sebuah video amatir yang didapatkan, menunjukkan perdebatan bahkan nyaris adu jotos antara beberapa warga Desa Towara dengan tim yang dibentuk oleh Pemerintah Desa Towara.
“Bukan tanpa alasan, hal itu dipicu karna sebagian warga merasa kecewa dengan kerja tim, yang seharusnya melakukan proses verifikasi dan validasi lahan masyarakat secara transpransi,”ujar Ambo.
Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Morowali Utara ini, Ambo Endre menilai, memanasnya situasi di Desa Towara karna Pemerintah Desa maupun tim yang dibentuk, terkesan tidak profesional dalam melakukan kinerjanya.
Padahal menurutnya, kalau mengacu pada pertemuan bersama Pemerintah Daerah Morowali Utara, bahwa Desa yang berada dlingkar sawit PT ANA, termasuk Desa Towara harusnya melakukan verifikasi dan validasi lahan masyarakat agar jelas objeknya.
Bahkan Ambo Endre menganggap kebijakan Kepala Desa Towara yang mengambil jalur penyelesaian tersendiri, akan menjadi bomerang maupun polemik ditengah masyarakat yang saat ini sedang berjuang mengambil hak atas tanahnya.
Skema penyelesaian ini di duga ditunggangi oleh PT ANA guna menghadapi para pemilik lahan. Dan skema ini terjadi dimasa transisi pilkada.
” Pentingnya proses penyelesaian yang terbuka dan adil, dengan melibatkan masyarakat sepenuhnya. Kalau tidak hanya memperkeruh situasi,” ucapnya.
Hal senada juga dikatakan Salah Satu Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur (SPPT) Samsul.
Dia berharap Desa yang berada dilingkar sawit PT ANA agar segera melakukan proses verifikasi dan validasi lahan masyarakat.
“Ini kan terkesan mengadu domba sesama warga tanpa ada penyelesaian. Padahal Konflik agraria ini subtansinya adalah warga lingkar sawit berhadapan dengan PT ANA,” tegasnya.
Koordinator Satuan Tugas (Satgas) penyelesaian konflik Agraria Eva Bande, senada dengan Ambo Endre perlu dilakukan verifikasi terlebih dahulu dan transparan oleh pemerintah desa maupun tim yang telah dibentuk di desa.
“Verifikasi dan validasi secara transparan harus dilakukan. Kalau semua merasa benar, maka sebaiknya menempuh jalur Perdata,” terang putri aktivis asal Luwuk Banggai itu.***