Kadis Pendidikan Kota Palu Jalani Pemeriksaan Terkait Dugaan Korupsi di Proyek Pengadaan Mobiler

Ilong (detaknews.id) – Palu – Kepala Dinas Pendidikan kota Palu Hardy telah menjalani pemeriksaan dalam dugaan korupsi pengadaan 1.217 unit mobiler (kursi) di sekolah-sekolah dasar (SD) tahun anggaran 2024 se kota Palu Sulteng.
“Sekitar 10 orang telah diperiksa terkait dugaan korupsi proyek pengadaan mobiler di Dinas Pendidikan kota Palu, diantaranya Kepala Dinasnya Hardy, Rekanan Hendra dan Zul,” kata Kajari Kota Palu Mohammad Rohmadi, SH, MH melalui Kasi Pidsus Junaedi, SH, MH menjawab deadline-news.com group detaknews.id, morowalipost.com, deadlinews.co, ikrapost.com dan deadlinews.com Selasa (29/7-2025) via telepone di aplikasi whatsAppnya.
Proyek mobiler kurang lebih 1.217 unit kursi untuk sekolah Dasar (SD) senilai kurang lebih Rp, 1,4 miliyar dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2024.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palu Mohammad Rohmadi SH, MH yang dikonfirmasi deadline-news.com group detaknews.id, morowalipost.com, ikrapost.com, deadlinews.co dan deadlinews.com Rabu pagi (23/7-2025) dan Minggu pagi (27/7-2025), di Palu membenarkan pihaknya sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi di Dinas Pendidikan kota Palu, terkait proyek mobiler tahun 2024 dengan nilai kurang kebih Rp, 1,4 miliyar.
“Saat ini kami sedang menyidik dugaan korupsi proyek mobiler di Dinas pendidikan kota Palu, hanya saja masih menunggu hasil audit BPKP untuk menetapkan tersangka,” aku Kajari Palu Rohmadi.
Adalah Hendra dan Zul yang mengerjakan proyek mobiler di Dinas Pendidikan kota Palu itu dibawah bendera perusahaan CV.Revaz Pratama.
Diduga ada temuan kurang lebih Rp, 300 jutaan oleh BPK RI, namun hasil audit BPK RI perwakilan Sulteng di Palu pihak Dinas pendidikan tidak menyampaikan ke rekanan.
Padahal biasanya temuan BPK RI itu sudah direkomendasikan ke rekanan melalui dinas terkait untuk pengembalian selama 60 hari atau 2 bulan sejak keluarnya laporan hasil pemeriksaan (LKP).
Hendra selaku pelaksana lapangan menjawab deadline-news.com group detaknews.id, morowalipost.com, ikrapost.com, deadlinews.co dan deadlinews.com Senin (28/7-2025), disalah satu warkop di Palu mengatakan surat dari BPK RI yang disampaikan ke Dinas Pendidikan kota Palu tidak pernah diteruskan ke pihaknya.
“Surat yang dari BPK RI ke Dinas Pendidikan kota Palu tidak pernah disampaikan ke kami, sehingga kami tidak tahu isinya. Sebelumnya memang kami pernah diperiksa BPK RI tapi temuannya sebesar Rp, 20 juta, kami telah kembalikan. Soal yang katanya ada temuan Rp, 300 jutaan kami tidak pernah tahun. Sebab pihak Dinas Pendidikan tidak pernah menyampaikan ke kami. Makanya ketika kami diundang Kejari untuk memberikan keterangan kami bingung dan heran. Karena temuan BPK RI sebesar Rp, 20 juta sudah kami kembalikan,” aku Hendra.
Kata Hendra ini cepat sekali prosesnya masa tanpa pemberi tahuan ke kami kalau memang ada kerugian negara tiba-tiba sudah masuk ke Kejaksaan.
“Padahal kalau memang benar ada temuan LHP BPK RI pastikan kami mengembalikannya,” ujar Hendra.
Menurutnya secara administrasi Dirinya tidak ada bertanda tangan dalam proyek mobiler itu. Tapi Zul selaku pemilik perusahaan yang bekerjasama dengannya.
“Saya dengan Zul bekerjasama dalam mengerjakan proyek mobiler itu. Kami sama-sama punya modal mengerjakan proyek itu dibawah bendera CV. Revaz Pratama,” jelas Hendra.
Hal senada juga dikatakan Zul selaku pemilik perusahaan kepada deadline-news.com group di salah satu warkop di Palu.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan kota Palu Hardy yang di konfirmasi deadline-news.com group detaknews.id, morowalipost.com, ikrapost.com, deadlinews.co dan deadlinews.com via aplikasi whatsAppnya sejak Senin (28/7-2025) hingga Selasa (29/7-2025), sampai berita ini naik tayang belum memberikan jawaban konfirmasi terkait pemeriksaannya dalam dugaan korupsi pengadaan mobiler itu.
Padahal bagaimanapun proyek mobiler yang dugaan berbau korupsi itu akan melibatkan Kadis Pendidikan selaku kuasa pengguna anggaran (KPA).
Dikutip di google.com Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mengatur berbagai jenis tindak pidana korupsi, termasuk yang memperkaya diri sendiri atau orang lain. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor mengatur tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor:
Menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pasal 3 UU Tipikor:
Menyatakan bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Unsur-unsur penting:
Kedua pasal tersebut mengandung unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan adanya kerugian negara atau perekonomian negara.
Contoh:
Seorang pejabat yang menyalahgunakan jabatannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan yang terkait dengan dirinya atau keluarganya, sehingga mereka mendapatkan keuntungan finansial, dapat dijerat dengan pasal-pasal ini.
Penting untuk dicatat:
Tindak pidana korupsi yang memperkaya orang lain juga dapat melibatkan pihak swasta yang bekerja sama dengan penyelenggara negara.
Meskipun kerugian negara menjadi salah satu unsur, fokus utama adalah pada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
UU Tipikor juga mengatur tentang gratifikasi yang dianggap suap jika berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugas.
Dengan demikian, UU Tipikor memberikan dasar hukum yang kuat untuk menindak pelaku tindak pidana korupsi, termasuk mereka yang memperkaya diri sendiri atau orang lain, serta upaya pemulihan keuangan negara melalui pengembalian kerugian negara.***