KONSTRUKSI PEMERASAN RONTOK
Oleh Fransiscus Manurung (Praktisi Hukum)

Ibarat skenario film dramatik pemerasan, Irwan diposisikan sebagai aktor protoganis, pemeran utama.
Ia menjadi orang pertama yang memberi informasi kepada Heri, supir menteri. Informasinya : Ketua KPK, FB, akan mengirim tim penyelidik ke kementerian pertanian.
Ia yang mengatur pertemuan FB dengan SYL. Ia menerima tas dan amplop berisi dolar singapura dari Heri, termasuk yang ketiga kalinya di lapangan bulutangkis, GOR Tangkin, pada Desember 2022, sesaat setelah pertemuan FB dengan SYL.
Sebagai aktor protoganis, Irwan menjadi saksi mahkota, saksi kunci yang menentukan arah dan irama permainan.
Pemeran pembantu protoganis dilakoni Heri dan Panji, masing-masing supir dan ajudan sang menteri.
Selasa 10 Oktober 2023, kemarin, Irwan – untuk pertama kalinya – tampil di publik setelah sekian lama ditunggu. Lantas, apa katanya ?
Secara terbuka Irwan menyatakan bahwa ia tak pernah terlibat dalam penyerahan uang sebagaimana informasi yang beredar.
Ia juga tak pernah merasa menyerahkan uang. Penyerahan uang itu tidak betul (Detiknews, 10 Oktober 2023 “Kapolrestabes Semarang Buka Suara soal Jadi Saksi Dugaan Firli Peras SYL”).
Pernyataan sang Kombes ibarat guntur yang menggelegar di siang hari bolong.
Konstruksi pemerasan, rontok seketika.
Pernyataannya ini juga menepis dan meniadakan cerita tentang pertemuan FB dengan SYL di lapangan bulutangkis, Desember 2022, dimana Heri dan Panji menyerahkan tas berisi dolar singapura yang jumlahnya dua kali dari yang sebelumnya.
Dalam perspektif hukum pidana, pemerasan (Belanda : Afpersing) dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas telah menyerahkan uang/benda yang dimaksudkan oleh si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya.
Penyerahan dianggap telah ada apabila uang/benda yang diminta oleh si pemeras tersebut telah dilepaskan dari penguasaan orang yang diperas kepada si pemeras.
Bila obyek (uang/benda) yang menjadi target pemerasan tidak pernah ada (null), maka pertanyaannya adalah apa perlunya lagi penyidikan dipanjang-panjangkan.
Rontoknya konstruksi pemerasan diartikulasikan dalam hukum acara pidana sebagai ‘tidak cukup bukti’ yang menjadi salah satu alasan hukum untuk menghentikan penyidikan.
Dalam artikel yang sebelumnya “Naik Ke Penyidikan Tak Berarti Ada Tersangka” (8 Okt 2023), pada bagian akhir tulisan saya sudah memberi isyarat, “tidak cukup bukti” (109 KUHAP) sebagai “ending” dari penyidikan pemerasan yang saat ini sedang berlangsung di Polda Metro Jaya.
Salam Olahraga
Lapangan Bulutangkis …. eeh Jogging, GOR Palu Rabu 11.10.2023. ***